“Tapi Aku Baik-Baik Aja, Kok” adalah kisah seorang anak muda yang hidupnya terlihat sempurna di layar — selalu tersenyum, aktif, dan penuh semangat. Tapi di balik semua itu, ada pikiran yang berat, kecemasan yang diam, dan luka yang nggak pernah benar-benar dibicarakan.
Melalui perjalanan sehari-hari, tokoh utama mulai membuka diri. Ia bertemu orang-orang yang pelan-pelan mengajarkannya bahwa menjadi rapuh bukanlah kelemahan. Ia mulai belajar mendengar isi kepalanya sendiri, menulis ulang cara berpikir, dan merawat diri bukan demi eksistensi, tapi demi keberlangsungan hidup.
Ini adalah cerita tentang jatuh dan bangun. Tentang suara di kepala yang harus diajak berdamai. Tentang bagaimana “baik-baik aja” bukan lagi tameng, tapi niat tulus untuk hidup lebih jujur.
Sebuah perjalanan penyembuhan yang sunyi, sederhana, tapi dalam.
Karena kadang, bertahan satu hari lagi... adalah bentuk keberanian terbesar.