Unduh App
Beranda
Informasi

Voucher & Diskon

Acara & Kegiatan

Knowledge Hub

Tentang Kami

Tentang Millway

Manfaat Menjadi Member

Tanya Jawab

Hubungi Kami

Kebijakan Privasi

Bantuan Dokter

Janji Temu Dokter

Tanya Dokter

Produk
Vila & Apt.
Tiket
Mitra
Akun Ku
Masuk
Daftar
Mental HealthWork-Life Balance

Quiet Quitting: Antara Self-Care atau Burnout Terselubung

Ditulis oleh Millway Wellness Team • 22 Sep 2025 (Senin.)

Quiet quitting sempat viral di kalangan Gen Z sebagai bentuk “perlawanan” terhadap budaya hustle. Intinya, bekerja hanya sesuai deskripsi kerja tanpa tambahan effort yang tidak dibayar. Sekilas terlihat sehat, namun apakah benar ini bentuk self-care atau justru tanda burnout terselubung?


Apa Itu Quiet Quitting?

Quiet quitting bukan berarti resign diam-diam. Istilah ini lebih ke sikap mental di mana seseorang hanya melakukan pekerjaan minimal sesuai kontrak, tanpa ambisi untuk lebih. Bagi sebagian orang, ini terasa seperti bentuk perlindungan diri dari ekspektasi yang berlebihan di tempat kerja.


Kenapa Banyak Gen Z Memilih Quiet Quitting?

Fenomena ini banyak dipicu oleh kombinasi faktor budaya kerja modern dan dinamika generasi. Beberapa alasannya antara lain:

  • Kekecewaan terhadap budaya kerja yang menuntut berlebihan.
  • Ingin menjaga kesehatan mental dengan cara “membatasi diri”.
  • Merasa perusahaan tidak menghargai kontribusi ekstra.
  • Kebutuhan akan work-life balance yang lebih nyata.

Bagi banyak anak muda, quiet quitting adalah sinyal bahwa mereka tidak lagi ingin mengorbankan kesehatan fisik dan mental hanya demi “karir ideal” yang tidak realistis.


Risiko Quiet Quitting

Meski terlihat seperti self-care, pola ini bisa memicu risiko lain. Ketika disengagement terjadi terlalu lama, muncul efek samping seperti:

  • Burnout terselubung: energi mental sudah habis meski jam kerja dipatuhi.
  • Hilangnya motivasi & rasa memiliki terhadap pekerjaan.
  • Stres berkepanjangan karena konflik batin antara “ingin lebih” tapi menahan diri.
  • Risiko stagnasi karir karena tidak ada dorongan untuk berkembang.

Quiet Quitting vs Self-Care

Quiet quitting sering disalahartikan sebagai bentuk self-care. Padahal, self-care yang sehat biasanya melibatkan perawatan diri aktif: olahraga, tidur cukup, komunikasi sehat, hingga eksplorasi hobi. Quiet quitting lebih mirip bentuk perlawanan pasif, yang jika tidak dikelola justru membuat seseorang makin terjebak dalam kelelahan emosional.


Menemukan Keseimbangan

Quiet quitting bisa jadi wake-up call bahwa work-life balance itu penting. Tapi alih-alih berhenti total, ada langkah-langkah yang bisa ditempuh:

  • Komunikasikan ekspektasi dengan atasan secara terbuka.
  • Tentukan batas kerja sehat, misalnya tidak balas email di luar jam kerja.
  • Sisihkan waktu untuk aktivitas self-care nyata: olahraga, journaling, atau quality time dengan teman & keluarga.
  • Evaluasi tujuan jangka panjang: apakah pekerjaan sekarang benar-benar mendukung hidup yang diinginkan?

Dengan begitu, quiet quitting tidak menjadi pelarian, tapi justru titik awal untuk membangun hubungan kerja yang lebih sehat dan bermakna.

Baca Juga

Keranjang Belanja