Sejak pandemi COVID-19, masker menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Penggunaan masker memang terbukti efektif melindungi diri dari virus dan polusi, tetapi di sisi lain, muncul fenomena baru dalam dunia kesehatan kulit yang dikenal dengan istilah maskne. Istilah ini mengacu pada jerawat yang timbul akibat pemakaian masker dalam waktu lama.
Maskne terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Gesekan antara kain masker dengan kulit dapat menimbulkan iritasi. Kondisi lembap di balik masker akibat keringat dan napas menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri dan jamur. Ditambah lagi, minyak alami wajah serta sisa kotoran yang terjebak akan menyumbat pori-pori, sehingga memicu jerawat.
Para ahli dermatologi menyebut fenomena ini mirip dengan acne mechanica, yaitu jerawat yang muncul karena tekanan atau gesekan berulang pada kulit. Bedanya, maskne menjadi lebih kompleks karena turut dipengaruhi oleh kelembapan dan mikroorganisme yang terperangkap.
Maskne bukan sekadar jerawat kecil. Pada banyak kasus, keluhan meluas menjadi ruam merah, rasa gatal, kulit perih, hingga pengelupasan. Apabila tidak segera ditangani, kulit menjadi lebih sensitif, bahkan bisa mengalami hiperpigmentasi pascaperadangan. Kondisi ini tentu berdampak pada rasa percaya diri, terutama bagi mereka yang aktif bekerja atau berinteraksi sosial.
Sebuah laporan dalam jurnal dermatologi menyebutkan bahwa lebih dari 55% tenaga medis yang menggunakan masker sepanjang hari mengalami maskne. Angka ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan sekadar fenomena sepele, melainkan bagian dari tantangan kesehatan kulit modern.
Semua orang bisa terkena maskne, tetapi beberapa kelompok lebih rentan, seperti tenaga medis, pekerja lapangan yang wajib memakai masker seharian, serta individu dengan kulit berminyak atau sensitif. Selain itu, penggunaan masker sekali pakai yang dipakai berulang tanpa diganti juga meningkatkan risiko munculnya maskne.
Maskne tak hanya berdampak secara fisik, tetapi juga mental. Banyak orang merasa tidak percaya diri saat wajahnya dipenuhi jerawat di area masker. Rasa minder ini bahkan bisa memengaruhi interaksi sosial dan produktivitas kerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa maskne bukan hanya masalah estetika, melainkan juga kesehatan psikologis.
Masker tetap penting sebagai pelindung kesehatan. Namun, efek samping berupa maskne perlu dikenali sebagai bagian dari risiko gaya hidup modern. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat bisa lebih bijak dalam merawat kulitnya. Jika masalah semakin parah, langkah terbaik adalah segera berkonsultasi dengan dokter kulit untuk mendapatkan penanganan profesional.