Pernahkah kamu merasa ponsel di saku atau meja bergetar, tapi saat diperiksa ternyata tidak ada notifikasi sama sekali? Fenomena ini dikenal dengan istilah Phantom Vibration Syndrome (PVS). Meski sekilas terlihat sepele, kondisi ini memberi gambaran menarik tentang bagaimana otak kita bekerja ketika terbiasa dengan stimulus digital.
PVS terjadi karena otak manusia sangat adaptif terhadap kebiasaan. Saat kita sering menggunakan ponsel, otak belajar untuk selalu waspada terhadap getaran atau suara notifikasi. Akibatnya, sensasi lain seperti gesekan pakaian, tekanan otot, atau bahkan imajinasi sendiri dapat salah ditafsirkan sebagai getaran ponsel. Inilah yang membuat kita seolah benar-benar merasakan notifikasi padahal tidak ada.
Faktor lain yang memperkuat terjadinya PVS antara lain tingkat stres yang tinggi, kecemasan sosial, dan pola multitasking yang berlebihan. Orang yang terlalu sering menunggu pesan atau panggilan penting cenderung lebih rentan mengalaminya, karena otak berada dalam kondisi “siaga penuh”.
Walaupun PVS tidak berbahaya secara fisik, dampaknya terhadap kesehatan mental tidak bisa diabaikan. Rasa cemas bisa meningkat karena otak merasa harus selalu memeriksa ponsel. Hal ini mengurangi konsentrasi saat bekerja, mengganggu waktu berkumpul dengan orang lain, bahkan menurunkan kualitas tidur karena tubuh seakan terus “menunggu” getaran berikutnya.
Jika berlangsung lama, kondisi ini bisa memicu digital anxiety, yaitu rasa cemas berlebihan akibat paparan teknologi. Dalam dunia yang semakin terhubung dengan ponsel, PVS menjadi tanda bahwa kita perlu menata ulang keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Ada beberapa langkah sederhana yang bisa membantu mengurangi frekuensi PVS. Intinya adalah melatih otak agar tidak terus-menerus siaga terhadap ponsel. Berikut beberapa cara yang bisa dicoba:
Dengan langkah-langkah sederhana ini, kita bisa melatih otak kembali fokus pada hal-hal nyata di sekitar, tanpa harus merasa “terganggu” oleh getaran palsu dari ponsel.