Tidak ada yang salah dengan ingin makan sehat. Namun, ketika obsesi terhadap makanan “bersih” atau “pure” menjadi berlebihan, hal ini justru dapat berbalik menjadi tidak sehat. Fenomena ini disebut overclean diet atau orthorexia. Orang yang mengalaminya cenderung menolak hampir semua jenis makanan yang dianggap kurang sehat, meskipun sebenarnya masih bernutrisi.
Berbeda dengan pola makan sehat biasa, overclean diet ditandai oleh ketakutan berlebihan terhadap makanan tertentu. Misalnya, seseorang hanya mau makan sayur organik, menolak semua produk olahan, atau menghindari makanan yang mengandung sedikit gula dan garam sekalipun. Kebiasaan ini membuat tubuh kekurangan variasi nutrisi yang sebenarnya penting.
Obsesi ini bisa berdampak serius. Selain kekurangan gizi karena terlalu banyak membatasi makanan, overclean diet juga mengganggu aspek sosial dan emosional. Contohnya, sulit menikmati makan bersama keluarga atau teman karena menu tidak sesuai standar pribadi. Hal ini lama-kelamaan memicu perasaan terisolasi dan menambah tingkat stres.
Bayangkan seseorang bernama Dina. Awalnya, ia hanya ingin hidup lebih sehat dengan mengurangi junk food. Namun, seiring waktu, ia mulai menolak hampir semua makanan kecuali buah, sayuran organik, dan makanan yang ia masak sendiri. Saat diundang makan bersama teman, Dina sering menolak karena takut makanannya tidak sesuai dengan “standar sehat”-nya. Akhirnya, berat badannya turun drastis, ia merasa terasing dari lingkar sosialnya, dan justru semakin stres. Kisah Dina menunjukkan bagaimana niat baik bisa berubah menjadi masalah jika dilakukan secara berlebihan.
Untuk keluar dari pola makan obsesif ini, langkah pertama adalah menyadari bahwa tidak ada makanan yang 100% sempurna. Kesehatan tubuh justru dibangun dari keseimbangan, bukan dari pembatasan ekstrem.